Balada Milan IV
Berardi 4, Milan 3: Efek Domino Hemat
Milan memberi harapan akan
terulangnya memori Indah musim lalu sehabis Natal, kala berhasil unggul dua gol
dalam waktu singkat saat menghadapi Sassuolo, beberapa jam yang lalu. Apa
lacur, Domenico Berardi kesetanan, melakukan comeback dan membuat Sassuolo unggul atas Milan. Dengan mencetak quattrick di papan skor, Berardi seolah
seorang diri menghajar Kaka cs. Hilang sudah kesabaran fans Milan. Terkubur
sudah harapan akan mengulang memori musim lalu. Milan tak berdaya menghadapi
sebuah tim yang sebenarnya sedang berjuang meraih salvalezza, posisi aman di Serie A musim ini.
Well, dimulai dari jalannya pertandingan. Lagi lagi, Bonera menjadi
lubuk di lini belakang Milan. Dua gol Berardi diakibatkan ketidakmampuan bek
senior ini mengatasi kemampuan Berardi. Berduet dengan Zapata, keduanya kembali
kepada kelasnya sebagai pemain medioker. Hmm, tidak afdol menyalahkan keduanya. Justru Allegri yang bertanggung jawab
atas hal ini. Alih-alih memainkan Mexes dan Rami, yang menjadi bek timnas
Prancis, Alle malah memasang kedua pemain tersebut. Komunikasi buruk di lini
belakang oleh keduanya menjadi jalan Sassuolo menghajar Milan. Di lini tengah, “kegilaan”
Allegri memasang Nocerino yang flop
dalam dua tahun terakhir, dan menduetkannya dengan Cristante yang masih
memainkan dua laga Serie-A sepanjang hidupnya berakhir menjadi bencana. Ketika
menghadapi lawan yang sedang bangkit, mental keduanya menghadapi tekanan tinggi
drop sehingga merusak pola permainan. Allegri berjudi dengan memainkan
keduanya, mengabaikan Montolivo.
(Domenico Berardi menghukum Milan dengan empat golnya, dan membawa Sassuolo menjauh dari zona degradasi)
Ditarik lebih jauh lagi, beberapa
pihak berpandangan ini bukan semata kesalahan Allegri. Beberapa berpandangan ini
adalah akibat kesalahan gagal mendatangkan pemain berkelas. Sebenarnya, agak
klise mengatakan masalah di Milan adalah masalah kurangnya pemain berkelas. Justru
yang terlihat saat ini, pemain Milan silih berganti masuk ruang ganti
perawatan. Cedera tak bisa dipungkiri sebagai salah satu penyebab Milan sulit
konsisten beberapa musim terakhir. Menyalahkan tim medis? Hmm, terlalu naif. Menyalahkan
metode latihan? Hmm, berarti kita membenarkan testimoni Alex Pato dan beberapa
pemain yang sudah keluar dari Milan, yang menyatakan training di Liga Italia memang berat, tak terkecuali di Milan.
Apalagi faktanya Allegri justru mengandalkan pemainnya memiliki fisik prima dan
lebih menyukai pemain-pemain seperti ini ketimbang pemain dengan skill
intiligensi baik namun tak sepower gelandang badak. Istilah kerennya, Allegri
lebih menyukai gelandang kuli air berdasi.
Well, dalam pandangan saya, Allegri bukan pelatih yang buruk. Hanya
saja, He isnt the right man on the right place. Ya, Allegri tidak cocok melatih
Milan. Mulai dari hal nonteknis seperti sejarah, pengalaman, kultur Milan tidak
dimiliki oleh Allegri. Dalam hal teknis, Allegri juga sering membuat keputusan
aneh dalam pemilihan pemain di lapangan, pergantian pemain, hingga memainkan
pemain di luar posisi aslinya. Well,
sebenarnya satu kalimat di awal sudah menjelaskan semuanya. Allegri memang
tidak cocok dengan Milan. Namun, kenapa Allegri masih bertahan di Milan? Hmm,
hanya Galliani yang mempunyai alasan atas hal ini.
(Allegri, tak cocok dengan Milan dan filosifinya)
Mari kita tarik lebih jauh lagi.
Galliani meyakinkan Berlusconi untuk mempertahankan Allegri di awal musim ini.
Well, yang ada dipikiran Galliani sederhananya adalah memecat Allegri berarti
membayar konpensasi yang tidak sedikit. Di sisi lain, Allegri berhasil membawa
Milan ke peringkat tiga besar. Ironis memang, karena sebenarnya Milan tidak
begitu impresif setengah sisa musim lalu. Milan terbantu pesaing-pesaingnya seperti
Lazio, AS Roma, dan Fiorentina yang mulai kehabisan bensin dan mulai membuang
kesempatan meraih poin. Apa yang terjadi di Milan saat ini jelas sudah
diprediksi banyak pihak. Sekali lagi, Allegri bukan pelatih yang tak bagus,
hanya saja tidak cocok dengan Milan, dan itulah stigma yang berusaha diubah
oleh Galliani.
(Galliani mempertahankan Allegri karena menolak membayar kompensasi?)
Konsep hemat ini sudah diusung
Galliani sejak dulu dan menjadi senjata pamungkasnya untuk berkelit mengenai penjualan
pemain bintang, hingga terakhir mempertahankan Allegri hanya karena tidak mau
membayar pesangonnya. Berhemat itu hal baik yang tidak membaikkan. Lihat berapa
harga mahal yang harus dibayar Milan untuk sebuah kata hemat? Milan hampir
pasti kehilangan kesempatan untuk bermain di Liga Champions musim depan, yang
artinya kehilangan puluhan juta euro. Urung membeli pemain berkelas, Galliani
mengisi skuad Milan dengan pemain-pemain gratis atau murah meriah yang gagal
beradaptasi dengan kultur Milan yang menginginkan “You should play, act, breath like a cham, because Milan is a champion.”
(Nocerino, ketika harga tidak pernah berbohong)
Hemat memang pedang bermata dua.
Hemat adalah hal baik yang tidak membaikkan. Saya teringat akan quote seorang motivator yang mengatakan,
“Berhemat tidak baik. Hemat hanya membuat kita membatasi diri kita untuk
berbuat lebih. Seorang yang hemat, akan mampu mengelola keuangan dengan baik
dengan budget yang ada. Seorang yang cerdik, dia akan berusaha menambah
pendapatannya dengan berbagai kreativitas, sehingga tidak perlu kuatir dengan
apapun dan membatasi dirinya akan hal-hal yang baik. Real Madrid, Chelsea,
Bayern tidak pernah berhemat, namun tidak pernah mengalami bangkrut. Ya, mereka
mengakali dengan mengusahakan pendapatan sebesar-besarnya. Yang terjadi di
Milan saat ini adalah efek hemat dari hemat itu sendiri.
Masih berkelit dengan kata hemat, Galliani?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar