Kolom Edisi II April 2014 Daniel
Oslanto
Barcelona Dihukum FIFA Terkait
Transfer Ilegal 10 Pemain Muda di bawah Umur
Kaburnya Batas Antara Impian, Beasiswa, dan Industrialisasi
Sepakbola
Sepakbola sebagai olahraga paling
terkenal di dunia tentunya menjanjikan banyak hal bagi setiap elemen yang
terlibat di dalamnya, terlebih para aktor lapangan hijau. Ketenaran, kemegahan,
bayaran yang luar biasa menjadi daya tarik bagi para pelakon permainan si kulit
bundar. Sepakbola bukan lagi sekedar permainan, sepakbola juga menjadi sebuah
lahan industri dimana jutaan orang menggantungkan harapan akan kehidupan,
seperti dunia media, teknologi, hingga perusahaan dunia penyedia appereal bagi
klub-klub. Daya tarik sepakbola inilah yang sangat kuat sehingga tidak sedikit
anak-anak di dunia ini ingin menjadi seorang pesepakbola profesional. “Saya
adalah orang paling beruntung di dunia ini karena dibayar untuk melakukan apa
yang menjadi kesenangan (hobi) saya, dimana orang akan melakukannya secara
cuma-cuma” ujar Jakub “Kuba” Blaszczykowski, pemain Borussia Dortmund dan
Internasional Polandia dalam sebuah kesempatan mengenai seberapa pentingnya
sepakbola dalam kehidupannya.
Sepakbola bukan lagi sebuah
permainan, sepakbola juga tumbuh dan berkembang menjadi impian anak-anak. Jakub
Kuba hanyalah satu dari jutaan pesepakbola yang memilih sepakbola sebagai jalan
hidup dikarenakan sepakbola menawarkan sesuatu yang akan selalu menjadi impian
mereka sedari kecil. Tak ayal bila pada akhirnya, sepakbola tidak akan pernah
kehabisan sumber daya. Milyaran anak kecil memainkan sepakbola dan jutaan
bermimpi untuk menjadi seorang pesepakbola profesional, sekalipun harus
menghadapi “seleksi alam” di dunia sepakbola. Bak gayung bersambut, para klub
profesional pasti membuka akademi untuk para pemain muda, agar bisa
mengembangkan bakatnya dalam bermain sepakbola.
(Akademi sepakbola menjadi fasilitator anak dibawah umur mendekati impiannya. Credit : footballakademi)
Klub-klub besar dunia tak kalah
agresif mengenai mencari bakat-bakat muda terbaik di seluruh dunia dengan membangun cabang akademi sepakbola
mereka di berbagai belahan dunia. Barcelona, Madrid, Manchester United,
Arsenal, memiliki akademi sepakbola yang tersebar di berbagai negara di dunia.
Puluhan ribu talent scout bertebaran
untuk memantau bakat-bakat yang akan dibawa ke dalam dunia sepakbola. Dan
disinilah letak persoalan yang terjadi. Klub-klub besar bisa mengangkut para
bakat terbaik dari seluruh penjuru dunia, seolah mengabaikan bahwa mereka
adalah anak kecil di bawah umur yang masih membutuhkan orangtuanya untuk
mendampingi mereka hingga berusia matang (dalam hal ini berumur 18 tahun) untuk
memutuskan sesuatu yang menentukan kehidupannya kelak. Berbagai cara
diusahakan. Dimulai dari beasiswa pendidikan, biaya hidupnya dengan orangtua
selama menimba ilmu sepakbola, hingga memberikan pekerjaan kepada orangtua si
anak. Semua cara ini bukanlah hal yang baru dalam melobi pemain muda. Hal ini
tidak menyalahi aturan yang melarang mempekerjakan anak di bawah umur. Namun,
benarkah bahwa mengiming-imingi semua itu kepada seorang bakat muda, bukan
sebuah persoalan yang berarti karena klub bukan memperlakukan seorang pemain
muda seperti pekerja profesional?
Bukankah setiap pemain muda di bawah umur akan dibebani dengan standard/
aturan berlatih, bermain, dituntut beradaptasi dengan bahasa asing dan budaya
asing dengan baik layaknya seorang profesional. Well, obviously, they just children.
FIFA Mengambil Jalan Tengah
Ambisi para klub elit dunia untuk
tetap kompetitif dalam dunia sepakbola tentulah sangat besar. Sayangnya, dengan
mengandalkan transfer pemain dari klub
lain untuk memperkuat klub bisa menguras kantong klub dengan teramat dalam.
Opsi pembinaan pemain muda di akademi sendiri menjadi sebuah solusi logis.
Akademi klub diharapkan bisa menyuplai bakat-bakat siap pakai untuk kebutuhan
klub, dan tentunya biaya untuk hal ini jauh lebih kecil ketimbang untuk membeli
pemain dari klub lain. Opsi lain yang lebih menarik adalah dengan memantau anak
anak berbakat dengan bantuan talent scout yang dipekerjakan oleh klub. Klub
akan bergerak setelah pemandu bakat mendapatkan data statitik kemampuan si
pemain, dengan menawarkan sejumlah opsi seperti yang di atas, beasiswa hingga
lapangan pekerjaan bagi sang orangtua.
FIFA menengahi masalah transfer
Internasional pemain dibawah umur oleh klub. Sesuai dengan aturan regulasi
transfer yang dikeluarkan oleh FIFA, salah satu subbabnya adalah mengenai
transfer Internasional pemain di bawah umur, pada pasal 19 yang berbunyi :
(ayat 1) Transfer Internasional
pemain hanya diijinkan jika pemain bersangkutan sudah berumur 18 tahun ke atas.
(Ayat 2) Tiga pengecualian atas
aturan (ayat1)
a)
Orangtua pemain pindah ke negara di mana klub
barunya berlokasi, dan dengan alasan yang tidak berhubungan dengan sepakbola
b)
Transfer terjadi dalam wilayah Uni Eropa (EU)
atau Area Ekonomi Eropa (EEA) dan pemain berusia antara 16 dan 18.
-Menyediakan pemain dengan pendidikan sepakbola yang
memadai atau pelatihan dengan standar nasional tertinggi
-Menjamin pendidikan akademik si pemain, di samping
pendidikan sepakbola, yang memungkinkan pemain untuk mengejar karir lain selain
sepakbola yang membuatnya berhenti dari bermain sepakbola secara profesional.
-Memastikan pemain mendapatkan hal yang paling baik
(Standart hidup terbaik dengan keluarga angkat atau penginapan di klub,
penunjukkan mentor di klub, dll).
-Dalam pendaftaran pemain, harus diperlihatkan
asosiasi yang relevan dengan bukti semua kewajiban di atas.
c)
Pemain tinggal tidak lebih dari 50 KM batasan
nasional dan klub yang ingin dituju si pemain dalam asosiasi tetangganya juga
berada dalam batasan 50 KM. Jarak maksimum antara domisili pemain dengan markas
klub harus 100 KM. Dalam kasus tersebut, pemain tersebut harus tinggal di rumah
dan dua asosiasi yang bersangkutan harus memberikan persetujuan eksplisit
mereka.
(Ayat 3) Kondisi artikel ini juga
berlaku bagi setiap pemain yang belum pernah terdaftar dalam sebuah klub dan
bukan berkewarganegaraan dari negara (klub) yang dia ingin daftarkan/tuju untuk
pertama kali.
(ayat 4) Setiap Transfer
Internasional sesuai dengan ayat 2 dan setiap pendaftaran pertama kali berdasarkan
ayat 3 adalah tunduk pada persetujuan dari sub-komite yang ditunjuk oleh Komite
Status Pemain. Permohonan persetujuan diajukan oleh asosiasi yang ingin
mendaftarkan pemain. Mantan asosiasi (pemain) harus diberikan kesempatan untuk
menyerahkan posisinya. Persetujuan subkomite harus diperoleh sebelum setiap
permintaan dari asosiasi untuk sertifikat Transfer Internasional. Setiap
pelanggaran ketentuan ini akan dikenakan sanksi oleh Komite Disiplin sesuai
dengan Kode Disiplin FIFA. Sebagai tambahan ke asosiasi bahwa kegagalan
pengajuan, sanksi dapat dikenakan pada mantan asosisasi (si pemain) karena
mengeluarkan sertifikat transfer Internasional tanpa persetujuan dari
subkomite, serta pada klub yang mencapai kesepakatan transfer di bawah umur.
(ayat 5) Prosedur untuk
menerapkan pendaftaran dan transfer Internasional pemain di bawah umur ke
sub-komite terkandung dalam lampiran 2 peraturan ini (Aturan Regulasi FIFA).
Dengan adanya aturan transfer
pemain di bawah umur, FIFA menginstruksikan setiap klub untuk berhati-hati
dalam melakukan transfer pemain di bawah umur. Barcelona dan Asosiasi sepakbola
Spanyol dihukum karena melanggar aturan transfer FIFA ayat 19 yang dipaparkan
di atas. Perbedaan regulasi menjadi salah satu penyebab seringnya terjadi transfer
pemain yang kontroversial. Inggris memperbolehkan pemain diberikan kontrak
kerja di usia 16 tahun, sementara di
negara dengan sepakbola wahid lainnya memperbolehkan mengontrak pemain pada
usia 18 tahun.
Barcelona pernah kehilangan Cesc Fabregas didukung
karena perbedaan regulasi. Arsenal di bawah Wenger menjamin bermain di tim
utama Arsenal kepada Fabregas, yang pada akhirnya memilih meninggalkan Spanyol,
ketimbang bertahan sampai umur 18 tahun dan bergabung dengan Arsenal. Arsenal
hanya membayar 500.000 pounds dan kemudian menjualnya kembali ke Barcelona
dengan paket senilai 40 juta euro. Demikian dengan kisah Federicho “Chico”
Macheda. Macheda “diculik” oleh Manchester United pada usia 16 tahun dengan
membayarkan sejumlah kompensasi kepada Lazio. Lazio yang ingin mempertahankan
Macheda, tidak bisa memberikan kontrak kerja terlebih MU menawarkan “paket
lain” kepada orangtua Macheda, yang tentunya tidak bisa ditolak oleh mereka. Demikian
juga kasus Gael Kalkuta yang direkrut Chelsea dari Brest, yang mengundang
kontroversi.
Sepuluh pemain di bawah umur yang
ditransfer “ilegal” oleh Barcelona adalah Lee Seung Woo (under-16s), Paik Seung
Ho (under-18s), Chan Kyul Hee (under-16s), Theo Chendri (under-18s), Bobby
Adekanye (under-16s), Patrice Sousia (under-14s), Giancarlo Poveda (under-14s),
Andrei Onana (under-18s) and Maxi Rolón (under-18s), dan yang kesepuluh adalah
Antonio Sanabria, yang sekarang sudah menjadi milik AS Roma dan dipinjamkan ke
Sassuolo. Lee Seung Woo menjadi inti dari semua kehebohan transfer dibawah umur
Barcelona, seorang bocah menjanjikan, tetapi akankah ini bermanfaat?
(Lee Seung Woo, satu dari pemain dibawah umur yang membuat Barcelona terjerat masalah transfer Internasional pemain di bawah umur. Credit: Theworldscout)
Seleksi Alam Pemain Muda
Arsene Wenger hanya mengeluarkan
1 juta pounds untuk merekrut Alexander Song dari Bastia, sebuah klub Prancis,
sebelum memolesnya dan menjualnya ke Barcelona dengan nilai 15 juta Pounds.
Wenger hanya memerlukan 3 juta pounds untuk merekrut Emmanuel Adebayor dari AS
Monaco, sebelum akhirnya menjualnya ke Manchester City dengan nilai 25 juta
pounds. Wenger menjual Nasri seharga 24 juta pounds ke Manchester City, dua
kali lipat dari harga saat Wenger membelinya dari Marseille. Manchester United
membajak Giuseppe Rossi dari Akademi Parma dan melegonya ke Villareal dengan
nilai 10 juta euro. Ini adalah segelumit contoh perpindahan pemain muda ke klub
besar hingga akhirnya bisa dilego dengan harga yang menjanjikan.
Bisnis transfer pemain muda ini
menjadi salah satu primadona bagi banyak klub besar, tak terkecuali Barcelona.
Barcelona berhasil menelurkan bakat-bakat muda bertalenta dari akademinya, La Masia,
untuk menghadapi “seleksi alam” di lingkungan Barcelona. Setiap tahunnya,
Barcelona akan melakukan seleksi terhadap pemain-pemain mudanya untuk
dipromosikan ke tim utama. Bilamana gagal merebut tempat utama atau tampil
reguler, para pemain muda masih berpeluang untuk dipinjamkan atau dilego ke
klub lain dengan nilai yang tak kalah menarik. Contoh adalah Giovanni Dos
Santos, Bojan Krckic, dua youngster Barcelona yang dilego dengan nilai menarik.
Dengan mempertimbangkan kedalaman skuad saat ini, di belakang Gio dan Bojan
antri pemain muda bernama Christian Tello, Marc Batra, hingga Gerrard Deulofeu.
Pemain muda ini akan menghasilkan sejumlah uang yang akan membantu Barcelona
untuk memboyong pemain incaran yang berharga mahal tentunya. Mengingat Barcelona
tidak mengeluarkan banyak uang untuk merekrut mereka, maka hal ini akan
dipandang sebagai sebuah keuntungan.
Konsep seleksi alam pemain muda
di sebuah klub besar memang memberikan keuntungan bagi klub sekaligus
memberikan testimoni betapa kuatnyanya sepakbola bertransformasi menjadi sebuah
industri dan lahan bisnis. Klub besar tidak mengeluarkan banyak dana untuk
membelinya, melakukan “seleksi alam” ketika usianya matang, dengan cara
memasukkan ke tim utama klub. Dan bilamana gagal, tidak khawatir karena banyak
klub lain yang mau membelinya dengan nilai yang menarik. Mengagumkan.
So, seberapa jelaskah batasan antara impian seorang bocah muda akan
dunia sepakbola, paket beasiswa yang ditawarkan oleh klub yang meminatinya,
dengan maksud tersembunyi industrialisasi sepakbola? Well, hampir sulit untuk dibedakan.