Ini adalah sebuah tulisan yang
saya tulis dua tahun lalu, yang masih menggetarkan sanubari saya setiap
membacanya. Enjoy :)
September tahun 2011, saya
berhasil menyelesaikan pendidikan formal saya untuk jenjang diploma tiga.
Perjuangan tiga tahun dalam belajar sekaligus lebih mencintai dunia sepakbola
melalui tulisan di kampus memasuki masa akhir. Di tengah acara wisuda yang
menorehkan senyuman kebahagiaan di mata setiap orang, sang direktur mengumumkan
kepada khalayak ramai bahwa ini adalah hari terakhirnya memimpin kampus kami.
Dia menyampaikan sebuah perumpamaan yang begitu menyentuh hati. Sebuah kembang kecil, tumbuh dan
berkembang, menebarkan aroma mewangi dan indah dipandang mata. Ketika dia
berbunga, dia menyediakan nektar bagi para lebah dan kumbang untuk hidup.
Kemudian datanglah angin, mengguncang bunganya dan membawa serbuk sari ke lahan
kosong untuk tumbuh menjadi bunga yang baru. Sesungguhnya kembang memberikan
hidupnya untuk menyejukkan mata, menyebarkan aroma mewangi, memberikan nektar
untuk lebah dan kumbang, dan ketika tua, dia mempersiapkan kembang muda untuk
tumbuh dan berkembang. Direktur almamater saya adalah
salah seorang yang terbaik di bidang kami untuk skala Indonesia. Beliau
mengabdikan dirinya untuk ilmu pengetahuan dan pendidikan, membantu bunga-bunga
muda untuk mengembangkan kemampuan dan talentanya. Dan ketika dia telah terlalu
tua untuk mengurusi hal-hal yang besar, hanya beberapa kalimat diatas yang
disampaikan oleh beliau dibalut dengan uraian air mata.
Raul Gonzales adalah bunga tua
dalam sepakbola. Selama karirnya, begitu banyak pencapaian luar biasa yang
ditorehkan oleh striker hebat ini. Membawa Madrid ke dalam masa jaya di era
2000-an, jasa Raul seolah terlupakan ketika Madrid sedang dilanda eurofia
kedatangan Jose Mourinho ke Madrid. Sebagai pemain tua yang mengerti ambisi tim
sekelas Madrid, Raul melangkah dengan kepala tegak tanpa gerutu atau umpatan
kepada petinggi Madrid yang tidak melihat jasanya selama ini kepada Los Galacticos.
(Raul Gonzalez, meninggalkan Madrid dengan kepala tegak tanpa dendam. Credit: SportLive)
Paolo Maldini adalah bunga tua
lainnya. Kecintaannya kepada AC. Milan tidak dapat diukur dengan kata-kata.
Raihan prestasi fenomenal bersama Milan menjadikan dia sebagai salah satu
pemain tertua yang paling lama pensiun. Namun, Maldini juga mengerti kehadirannya
akan menghambat regenerasi pemain di Milan. Tidak mengherankan ketika dia
memutuskan gantung sepatu, di partai terakhirnya, standing ovation oleh Curva
Sud, fans Milan yang tidak begitu menyukainya, berubah menjadi suasana haru
biru. Maldini meneteskan air mata meninggalkan lapangan.
(Maldini memberikan lambaian perpisahan kepada Ultras Milan di Curva Sud San Siro. Credit: ItalianSoccerSerieA)
Begitu banyak pemain hebat dalam
sepakbola. Kita mengenal Pele, Maradona, atau sekarang kita mengenal Cristiano
Ronaldo dan Lionel Messi. Mereka adalah seniman sepakbola yang terbaik yang
mungkin ada di jagat raya ini, tetapi mereka bukanlah bunga sepakbola. Mereka
bukanlah pribadi yang sangat pantas dikedepankan menjadi panutan para
pesepakbola muda. Maradona terkenal dengan gaya hidupnya yang tidak baik,
Ronaldo dengan wanitanya yang bertaburan dimana-mana.
Edwin Van de Sar mungkin adalah
salah satu kiper terbaik yang pernah dimiliki oleh Manchester United. Bagi kaum
hawa, Van der Sar adalah sosok pria idaman. Van de Sar memilih gantung sepatu
di kala usianya masih memungkinkan bermain sepakbola bersama salah satu klub
terbaik di dunia. Namun, dia memilih gantung sepatu hanya untuk merawat
istrinya yang menderita kanker. Sepakbola bukan semata permainan sebelas
melawan sebelas, adu fisik di lapangan, dan adu kecerdikan pelatih di bangku
cadangan. Sepakbola juga mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan, kesetiaan, cinta
dan hasrat untuk selalu mengajarkan kebaikan. Semua itu terpatri dalam para
bunga sepakbola. Raul, Maldini, dan Van der Sar adalah segelumit bunga
sepakbola, yang mengampanyekan nilai-nilai kemanusiaan, cinta dan kesetiaan
tiada batas melalui sepakbola.
(Edwin Van der Sar pensiun dari sepakbola demi merawat instrinya yang terkena kanker. Selalu ada cinta dari sepakbola. Credit: Zimbio)
Selalu ada cinta di dalam sepakbola. Salam Cinta dari Sepakbola,
Daniel Oslanto
Tidak ada komentar:
Posting Komentar