Catatan Ringan Suga2,
Andai Aku Ketua PSSI
ASEAN Games Berakhir. Indonesia meraih
perak dari cabang sepakbola, dan itu hasil yang tidak buruk. Tutup cerita.
Namun, seperti biasa, selalu ada saja catatan hitam yang merongrong keadilan
PSSI sebagai pemegang tampuk tertinggi persoalan sepakbola di Indonesia. Kali
ini datang dari persoalan Pro Duta yang tidak lolos verifikasi dengan alasan
yang terkesan dibuat-buat. Sebelumnya muncul isu permasalahan mengenai
penunjukkan Alfred Riedl, hingga isu pertengkaran Jacksen F. Tiago dan Rachmad
Darmawan (RD). Ada apa dengan PSSI kita ini? Siapa yang paling dirugikan dari
hal-hal seperti ini? Jawabannya mutlak adalah penikmat sepakbola dan pendukung
setia timnas Indonesia. Ya, rakyat Indonesia.
Di suatu sore, sebelum partai Indonesia
vs Thailand di Final ASEAN Games, seorang teman pecinta sekaligus pengamat
sepakbola menyempatkan diri untuk berdiskusi mengenai sepakbola Indonesia. Bola
liar analisa sepakbola bergelinding ke sana ke mari, hingga tiba dia kepada
sebuah pertanyaan, “Apa yang akan kamu lakukan bila kamu terpilih menjadi ketua
PSSI?” Saya hanya tertawa kecil dan menjawab, akan mencoba memperbaiki beberapa
kebijakan salah arah menurut saya yang selama ini sering digunakan oleh
kepentingan golongan tertentu. Bila terpilih menjadi ketua PSSI, hal yang
pertama saya lakukan adalah memperbaiki kemasan dari Liga Indonesia (Indonesia
Super League). Saya percaya bahwa rakyat Indonesia adalah supporter fanatik
akan sepakbolanya sendiri sehingga Liga Indonesia ini sangat “menjual”
sebenarnya, dan bila dikemas dengan baik akan memberikan win-win solution
kepada pihak swasta selaku calon sponsor Liga. Regulasi yang paling saya
fokuskan ada pada dua hal, pertama melarang penggunaan pemain asing dan kedua
adalah pembentukan tim muda.
Pemain asing dan pemain lokal
memiliki perbandingan gaji 3:1 atau bahkan 4:1. Sebuah konsep yang tidak begitu
bagus. Bilamana sebuah klub memiliki 5 pemain asing, maka klub sudah bisa
menggunakan alokasi dana gaji mereka untuk 16-20 pemain lokal. Bukankah ini
bisa membentuk satu tim sepakbola? Tanpa pemain asing, kualitas Liga Indonesia
menurun? Lihat Italia dan Spanyol. Liga mereka memberikan lingkungan yang tepat
untuk pemain lokal berkembang. Statistik membuktikan timnas Italia 2006, tak
satupun pemain timnas berasal dari luar Liga Italia. Spanyol 2010 90% pemainnya
dihuni para pemain Liga Spanyol, dan hasilnya kedua Negara ini menjuarai Piala
Dunia.
Relokasi anggaran untuk pemain
asing adalah perbaikan infrastruktur dan juga pengadaan akademi setiap klub.
Klub harus memiliki tim U-15, U-19, Reserve dan tim utama. Keempat tim akan
berlaga di liga masing-masing yang dikelola Pihak Liga Indonesia. Dengan
kesempatan mencicipi jenjang Liga dan kompetisi sejak usia dini, maka pemahaman
pemain dalam sepakbola akan semakin meninggi dan kesempatan menjadikan
sepakbola sebagai harapan hidup semakin besar.
Konsep Liga Indonesia juga
memerlukan perbaikan. Pertama, Liga Indonesia perlu menjual “liga Indonesia”
kepada media kelas kakap dan mendunia. Pasar Liga Indonesia sangat besar,
mengingat rakyat Indonesia yang fanatik akan sepakbola nasional dan tentunya
tidak akan sulit mencari media kelas kakap tersebut, karena memang pernah
menawarinya kepada pengelola Liga Indonesia. Selain meningkatkan pamor Liga Indonesia, akan
ada efek dominonya. Efek lainnya adalah Liga Indonesia semakin seksi di mata
sponsor, sehingga pemasukan klub membesar. Sialnya, salah satu yang membuat
ketertarikan pihak media kelas dunia menayangkan Liga Indonesia adalah
keteraturan jadwal, dimulai dari kesiapan keamanan hingga penyesuaian dengan
event-event di luar sepakbola seperti konser dan pilkada. Hal ini harus sejalan
dengan Komisi yang terkait seperti komisi disiplin yang siap menghukum keras
klub yang suporternya bertindak anarkis atau melakukan Walk-Out di pertandingan
tanpa adanya kejadian luar biasa seperti bencana alam. Bila hal ini bisa
dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin Liga Indonesia akan dilirik untuk
disiarkan secara global, yang akan memberikan keuntungan finansial besar bagi
klub dan pengelola Liga Indonesia. Dengan adanya media, Match Fee
dari pengelola liga menjadi sesuatu hal yang bagus bagi klub. Terlebih faktanya
sponsor berbanding lurus dengan citra positif yang ditimbulkan oleh media. Hal
ini akan membantu klub Liga Indonesia mengatasi masalah klasik selama ini,
kurangnya dana untuk pengadaan ini dan itu, seperti gaji para pemain asing yang
mahal.
Teman saya melanjutkan kembali
pertanyaannya, “Menurut kamu, pengelolaan Liga Indonesia harus satu wilayah
atau lebih? Ya, karena wilayah menjadi masalah penting mengingat infrastruktur
transportasi di Indonesia belum baik.” Saya malah berpandangan bahwa tidak
perlu mempersoalkan apa yang ada di luar jangkauan. Transportasi dan
Infrastruktur adalah persoalan pemerintah, tugas PSSI mengelola masalah
sepakbola. Bagaimana bila setiap klub bisa menggunakan pesawat terbaik dengan
kenyamanan kelas wahid? Apakah akan menjadi masalah bila klub harus melakoni
perjalanan pesawat ke luar daerah? Saya rasa tidak. Tapi semua ini berhubungan
dengan satu hal. Ya itu tadi, sumber pendapatan klub harus lebih ditingkatkan
lagi. Bila semua klub memiliki keuangan yang sehat dan stabil, menggunakan
trasnportasi kelas satu bukanlah sebuah masalah. Namun realita yang terjadi
saat ini adalah klub kurang memperhatikan aspek seperti ini dikarenakan
keterbatasan dana.
Pembahasan kami semakin menarik.
Teman saya bertanya kembali, “Bagaimana bila hal ini tidak bisa dilaksanakan? Semua
yang kamu canangkan ini?” Saya memilih mundur dari jabatan, dan memperbaiki
diri agar bisa menjadi Menpora. Nah lho? “Kenapa harus menjadi menpora?”
tambahnya lagi. Bilamana presiden memercayakan posisi itu kepada saya, saya
akan mengorek habis semua isi perut PSSI, mengganti para orang-orang lama korup
dengan yang baru yang jujur dan peduli akan sepakbola Indonesia. Teman saya
kembali bertanya, “Nah, bukannya itu berarti Indonesia akan dihukum FIFA?” Saya
mengerti maksud beliau. Bilamana pada akhirnya Indonesia dihukum, biarkan itu
terjadi. Saya lebih memilih Indonesia dihukum beberapa tahun untuk memperbaiki
diri ketimbang terus berjalan tanpa ada prestasi seperti yang selama ini
terjadi. Saya percaya rakyat Indonesia bisa menerima beberapa tahun tidak
melihat Indonesia bertanding di Internasional, namun bisa masuk piala dunia di
pagelaran berikutnya dikarenakan semua elemen yang di dalamnya, semua elemen sepakbola
yang menggerakkannya, melakukannya dalam integritas dan semangat kebangsaaan.
Sebuah percakapan yang sangat
menarik, namun keterbatasan waktu membuat kami mengakhirnya. Pembicaraan kami
ditutup dengan tawa dan pertandingan Final ASEAN Games pun dimulai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar