Selasa, 24 Desember 2013

Andai Aku Ketua PSSI



 Catatan Ringan Suga2,

Andai Aku Ketua PSSI


ASEAN Games Berakhir. Indonesia meraih perak dari cabang sepakbola, dan itu hasil yang tidak buruk. Tutup cerita. Namun, seperti biasa, selalu ada saja catatan hitam yang merongrong keadilan PSSI sebagai pemegang tampuk tertinggi persoalan sepakbola di Indonesia. Kali ini datang dari persoalan Pro Duta yang tidak lolos verifikasi dengan alasan yang terkesan dibuat-buat. Sebelumnya muncul isu permasalahan mengenai penunjukkan Alfred Riedl, hingga isu pertengkaran Jacksen F. Tiago dan Rachmad Darmawan (RD). Ada apa dengan PSSI kita ini? Siapa yang paling dirugikan dari hal-hal seperti ini? Jawabannya mutlak adalah penikmat sepakbola dan pendukung setia timnas Indonesia. Ya, rakyat Indonesia.

Di suatu sore, sebelum partai Indonesia vs Thailand di Final ASEAN Games, seorang teman pecinta sekaligus pengamat sepakbola menyempatkan diri untuk berdiskusi mengenai sepakbola Indonesia. Bola liar analisa sepakbola bergelinding ke sana ke mari, hingga tiba dia kepada sebuah pertanyaan, “Apa yang akan kamu lakukan bila kamu terpilih menjadi ketua PSSI?” Saya hanya tertawa kecil dan menjawab, akan mencoba memperbaiki beberapa kebijakan salah arah menurut saya yang selama ini sering digunakan oleh kepentingan golongan tertentu. Bila terpilih menjadi ketua PSSI, hal yang pertama saya lakukan adalah memperbaiki kemasan dari Liga Indonesia (Indonesia Super League). Saya percaya bahwa rakyat Indonesia adalah supporter fanatik akan sepakbolanya sendiri sehingga Liga Indonesia ini sangat “menjual” sebenarnya, dan bila dikemas dengan baik akan memberikan win-win solution kepada pihak swasta selaku calon sponsor Liga. Regulasi yang paling saya fokuskan ada pada dua hal, pertama melarang penggunaan pemain asing dan kedua adalah pembentukan tim muda. 

Pemain asing dan pemain lokal memiliki perbandingan gaji 3:1 atau bahkan 4:1. Sebuah konsep yang tidak begitu bagus. Bilamana sebuah klub memiliki 5 pemain asing, maka klub sudah bisa menggunakan alokasi dana gaji mereka untuk 16-20 pemain lokal. Bukankah ini bisa membentuk satu tim sepakbola? Tanpa pemain asing, kualitas Liga Indonesia menurun? Lihat Italia dan Spanyol. Liga mereka memberikan lingkungan yang tepat untuk pemain lokal berkembang. Statistik membuktikan timnas Italia 2006, tak satupun pemain timnas berasal dari luar Liga Italia. Spanyol 2010 90% pemainnya dihuni para pemain Liga Spanyol, dan hasilnya kedua Negara ini menjuarai Piala Dunia. 

Relokasi anggaran untuk pemain asing adalah perbaikan infrastruktur dan juga pengadaan akademi setiap klub. Klub harus memiliki tim U-15, U-19, Reserve dan tim utama. Keempat tim akan berlaga di liga masing-masing yang dikelola Pihak Liga Indonesia. Dengan kesempatan mencicipi jenjang Liga dan kompetisi sejak usia dini, maka pemahaman pemain dalam sepakbola akan semakin meninggi dan kesempatan menjadikan sepakbola sebagai harapan hidup semakin besar.

Konsep Liga Indonesia juga memerlukan perbaikan. Pertama, Liga Indonesia perlu menjual “liga Indonesia” kepada media kelas kakap dan mendunia. Pasar Liga Indonesia sangat besar, mengingat rakyat Indonesia yang fanatik akan sepakbola nasional dan tentunya tidak akan sulit mencari media kelas kakap tersebut, karena memang pernah menawarinya kepada pengelola Liga Indonesia.  Selain meningkatkan pamor Liga Indonesia, akan ada efek dominonya. Efek lainnya adalah Liga Indonesia semakin seksi di mata sponsor, sehingga pemasukan klub membesar. Sialnya, salah satu yang membuat ketertarikan pihak media kelas dunia menayangkan Liga Indonesia adalah keteraturan jadwal, dimulai dari kesiapan keamanan hingga penyesuaian dengan event-event di luar sepakbola seperti konser dan pilkada. Hal ini harus sejalan dengan Komisi yang terkait seperti komisi disiplin yang siap menghukum keras klub yang suporternya bertindak anarkis atau melakukan Walk-Out di pertandingan tanpa adanya kejadian luar biasa seperti bencana alam. Bila hal ini bisa dikelola dengan baik, bukan tidak mungkin Liga Indonesia akan dilirik untuk disiarkan secara global, yang akan memberikan keuntungan finansial besar bagi klub dan pengelola Liga Indonesia. Dengan adanya media, Match Fee dari pengelola liga menjadi sesuatu hal yang bagus bagi klub. Terlebih faktanya sponsor berbanding lurus dengan citra positif yang ditimbulkan oleh media. Hal ini akan membantu klub Liga Indonesia mengatasi masalah klasik selama ini, kurangnya dana untuk pengadaan ini dan itu, seperti gaji para pemain asing yang mahal. 

Teman saya melanjutkan kembali pertanyaannya, “Menurut kamu, pengelolaan Liga Indonesia harus satu wilayah atau lebih? Ya, karena wilayah menjadi masalah penting mengingat infrastruktur transportasi di Indonesia belum baik.” Saya malah berpandangan bahwa tidak perlu mempersoalkan apa yang ada di luar jangkauan. Transportasi dan Infrastruktur adalah persoalan pemerintah, tugas PSSI mengelola masalah sepakbola. Bagaimana bila setiap klub bisa menggunakan pesawat terbaik dengan kenyamanan kelas wahid? Apakah akan menjadi masalah bila klub harus melakoni perjalanan pesawat ke luar daerah? Saya rasa tidak. Tapi semua ini berhubungan dengan satu hal. Ya itu tadi, sumber pendapatan klub harus lebih ditingkatkan lagi. Bila semua klub memiliki keuangan yang sehat dan stabil, menggunakan trasnportasi kelas satu bukanlah sebuah masalah. Namun realita yang terjadi saat ini adalah klub kurang memperhatikan aspek seperti ini dikarenakan keterbatasan dana.
 
Pembahasan kami semakin menarik. Teman saya bertanya kembali, “Bagaimana bila hal ini tidak bisa dilaksanakan? Semua yang kamu canangkan ini?” Saya memilih mundur dari jabatan, dan memperbaiki diri agar bisa menjadi Menpora. Nah lho? “Kenapa harus menjadi menpora?” tambahnya lagi. Bilamana presiden memercayakan posisi itu kepada saya, saya akan mengorek habis semua isi perut PSSI, mengganti para orang-orang lama korup dengan yang baru yang jujur dan peduli akan sepakbola Indonesia. Teman saya kembali bertanya, “Nah, bukannya itu berarti Indonesia akan dihukum FIFA?” Saya mengerti maksud beliau. Bilamana pada akhirnya Indonesia dihukum, biarkan itu terjadi. Saya lebih memilih Indonesia dihukum beberapa tahun untuk memperbaiki diri ketimbang terus berjalan tanpa ada prestasi seperti yang selama ini terjadi. Saya percaya rakyat Indonesia bisa menerima beberapa tahun tidak melihat Indonesia bertanding di Internasional, namun bisa masuk piala dunia di pagelaran berikutnya dikarenakan semua elemen yang di dalamnya, semua elemen sepakbola yang menggerakkannya, melakukannya dalam integritas dan semangat kebangsaaan.

Sebuah percakapan yang sangat menarik, namun keterbatasan waktu membuat kami mengakhirnya. Pembicaraan kami ditutup dengan tawa dan pertandingan Final ASEAN Games pun dimulai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar